Keran Rezeki

Keran rezeki yg kita miliki, tidak ada hubungannya dgn seberapa keras kita bekerja. karena jelas, banyak sekali orang-orang yg bermandikan keringat setiap hari bekerja, tidak kenal lelah, tetap saja penghasilannya itu-itu saja. orang2 yg berpeluh, membanting tulang seharian, tetap saja keran rezekinya kecil dan tersendat. sedangkan sebaliknya, banyak sekali orang2 yg tdk mengeluarkan keringat apapun, usaha apapun, keran rezekinya bagai menjebol dinding bendungan, berlimpah ruah.

keran rezeki yg kita miliki, juga tidak ada hubungannya dgn seberapa tampan atau cantik kita, seberapa tinggi, pendek kita, tidak peduli. banyak orang2 yg tampan/cantik, keran rezekinya tidak tampan/cantik, dan sebaliknya. semua seolah-olah teracak alias random begitu saja, tidak ada rumus bakunya.

keran rezeki yg kita miliki, jelas tidak ada hubungannya dgn kepintaran atau kecerdasan kita. kalau ada hubungannya, maka seharusnya profesor, guru besar, ulama, dan semua orang2 pintar adalah orang kaya raya, nyatanya tidak. banyak orang yg biasa2 sj kepintarannya justeru punya keran rezeki berkali-kali lipat dari orang paling pintar dulu di sekolahnya.

dan termasuk satu lagi, keran rezeki yg kita miliki, amat tidak berhubungan dgn tingkat kesalehan kita, ketaqwaan kita. karena kalau ada hubungannya, maka nabi, sahabat, tabiin, dan seterusnya ada dalam rantai paling atas orang terkaya di dunia, bukan sebaliknya, ternyata boleh jd orang2 jahat, merusak, berbisnis culas, menghabisi masa depan orang2 demi jualannya, yg ternyata kaya raya. seperti sebuah kenyataan tidak adil? bagaimana mungkin begitu?

adil? tentu saja semua adil, karena demi Allah, keran rezeki kita adalah mutlak hak Allah.

itu benar, kita yg menanam padi, jagung atau kedelai.

itu benar, kita yg menebar benih ikan di kolam.

itu benar, kita yg memelihara ternak.

tapi kita hanya berusaha. seberapa besar rezeki itu keluar, mutlak hak Allah.

itu benar, kita yg mendaftar bekerja sebagai karyawan, PNS, pegawai.

itu benar, lembaga, perusahaan atau pemerintah yg menggaji kita.

tapi bagaimana rezeki itu tiba ke kita, itu mutlak hak Allah. keliru kesimpulan kalau kita merasa yg memberikan rezeki adalah manusia. dan lebih keliru lg kalau pongah merasa bisa memberikan rezeki pd manusia lewat perusahaan, bisnis milik sendiri. bagaimana mungkin? jelas2 rezeki kita sendiri adalah mutlak hak Allah, bagaimana mungkin kita mengklaim bisa mengontrolnya.

maka, orang2 yg memahami ini, hidupnya akan selalu tenteram. dia percaya, Allah-lah pemilih segala rezeki di alam semesta. Allah-lah yg punya alasan kenapa sedemikian rupa, dan keadilan milikNya ghaib dan misteri, maka dia akan selalu bekerja keras–tentu saja, dia akan selalu bekerja pintar–tentu saja, dia akan selalu bekerja dgn seluruh kesalehan yg dia miliki–tentu saja, tapi dia menyerahkan seberapa besar keran rezeki itu terbuka mutlak terserah Allah. dia selalu senang berbagi, mengeluarkan rezeki yg dimilikinya utk hak orang lain, dia tidak iri, tidak berlomba2 mengejar kekayaan, ber-ambisi aneh2, dan sebagai puncak dari segalanya, dia selalu bersyukur.

maka, di hari yg berbahagia ini, terima kasih ya Rabb, atas segala rezeki yg Engkau berikan. sungguh terima kasih. kami tenteram dengan semua pemahaman ini.

— Darwis Tere Liye., 17 Oct 2012

Leave a comment